PikiranRakyatPapua.com, Kota Sorong- Kejaksaan Negeri Sorong menetapkan tiga tersangka pembangunan baru Puskesmas Afirmasi dan pembangunan rumah jabatan tenaga kesehatan di Kabare pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi TA 2019.
” Tiga tersangka tersebut yaitu AA, WS dan JM. Ketiga setelah ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan di Rutan Lapas Sorong untuk 20 hari kedepan,” kata Kajari Sorong, Makrun, Kamis, 12 Desember 2024.
Lebih lanjut Kajari Sorong menjelaskan, penetapan tersangka AA berdasarkan penetapan nomor KEP-37/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024. Sementara untuk WS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan penetapan nomor KEP-38/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024. Demikian halnya, dengan JL, yang ditetapkan tersangkan berdasarkan penetapan nomor KEP-39/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024.
Makrun juga mengungkapkan peran dari setiap tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Tersangka AA selaku PPK yang diberi wewenang untuk mengendalikan kontrak tetapi tidak melaksanakan kewajibannya dengan menunjuk tersangka WS selaku Direktur PT ZMP yang mengerjakan pembangunan baru puskesmas afirmasi sekaligus mengerjakan pembangunan rumah jabatan nakes di Kabare dengan meminjam perusahaan dari Direktur CV CPP.
Selanjutnya, tersangka AA juga selaku PPK menunjuk tersangka JL yang merupakan pihak swasta menjadi konsultan perencana dan pengawasan kegiatan pembangunan baru puskesmas afirmasi di Kabare dengan menyuruh meminjam perusahaan konsultan perencanaan dan pengawasan dari Direktur CV ARK sehingga kemudian bersepakat dengan tersangka JL untuk membuat laporan bulanan fiktif untuk dilakukan penagihan termin, tetapi secara faktual belum ada pekerjaan apapun di lapangan.
Tak hanya itu, tersangka AA juga tidak melibatkan Panitia Penilai Hasil Pekerjaan (PPHP) dalam memeriksa administrasi hasil pekerjaan dari identifikasi kebutuhan hingga serah terima pekerjaan.
” Selaku PPK, tersangka AA tidak menetapkan denda keterlambatan penyelesaian hasil pekerjaan kepada penyedia sedangkan pekerjaan pembangunan baru puskesmas afirmasi dan pembangunan rumah jabatan nakes di Kabare telah melewati tahun anggaran 2019,” ungkapnya.
Lebih lanjut Makrun membeberkan, selaku direktur PT ZMP tersangka WS berperan sebagai penyedia yang mengerjakan proyek pembangunan baru puskesmas afirmasi di Kabare.
Tersangka WS juga ditunjuk oleh tersangka AA untuk mengerjakan pembangunan rumah jabatan nakes di Kabare kemudian meminjam perusahaan dari Direktur CV CPP dengan komitmen fee sebesar 30% dari keuntungan.
” WS selaku penyedia tidak memenuhi kewajibannya dengan tidak memenuhi kualifikasi barang sesuai dengan kontrak sehingga terjadi kekurangan volume dan kwalitas mutu pekerjaan pembangunan baru puskesmas afirmasi dan pembangunan rumah jabatan nakes di Kabare,” ujar Makrun.
Mantan Kajari Kota Waringin Barat itupun menambahkan, tersangka JL selaku pelaksana konsultan pengawasan karena tidak memiliki perusahaan, sehingga meminjam perusahaan konsultan perencanaan sekaligus pengawasan dari Direktur CV ARK lalu kemudian bersepakat dengan tersangka AA membuat laporan bulanan I dan II secara fiktif untuk dilakukan penagihan termin, tetapi secara faktual belum ada pekerjaan apapun di lapangan.
” JL mengabaikan tugas dan kewajibannya selaku konsultan pengawas dengan tidak pernah turun langsung mengawasi proses pelaksanaan pekerjaan pembangunan baru puskesmas afirmasi di Kabare,” pungkasnya.
Makrun menyebut, berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat tanggal 10 Desember 2024, perbuatan ketiga tersangka menyebabkan kerugian negara senilai Rp.2.353.956.553,70 dari total pagu anggaran sebesar Rp 13 miliar.
” Ketiga tersangka ditahan di rutan lapas kelas 2b Sorong dengan alasan subyektif berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu tersangka dikawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana,” ujarnya.
Ia mengaku bahwa ketiga tersangka disangkakan melanggar primair pasal 2 ayat (1), subsidair pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Edi)