PikiranRakyatPapua.com, PBD- Permasalahan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Provinsi Papua Barat tak kunjung selesai.
Oleh sebab itu, Tim Deklarator menilai bahwa Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Papua Barat Daya telah mempermainkan hak kekhususan dan hak keistimewaan Orang Asli Papua (OAP).
” Apa yang dilakukan BKPSDM tersebut telah melanggar Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua,” kata Ketua Tim Deklarator Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, Andi Asmuruf,” Kamis, 19 Desember 2024.
Andi Asmuruf mengingatkam bahwa UU itu diberikan oleh negara kepada rakyat Papua melalui tokoh adat, agama, masyarakat, pemuda dan perempuan melaui Tim 100.
” Pada saat itu rakyat Papua datang bertemu Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie meminta agar Papua keluar dari NKRI, namun kemudian hal itu direspon oleh pemerintah Indonesia dengan menyiapkan kerangka aturan untuk melindungi Papua agar tidak lepas dari NKRI,” ujarnya.
Alumni dari Fakuktas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta itu mengungkapkan, terkait permasalahan perekrutan CPNS khusus kuota OAP, tim deklarator telah menyurati Penjabat Gubernur, Sekretaris Daerah maupun OPD di lingkungan Papua Barat Daya akan tetapi mereka tak memahami realita yang ada.
Apalagi memahami asal muasal mengapa sampai OAP berkeinginan untuk memisahkan diri atau keluar dari NKRI.
” Dengan kondisi saat ini, tim deklarator menilai bahwa UU Otsus gagal karena banyak pejabat di duga melakukan penyelundupan, penipuan serta rekayasa hukum kepada masyarakat Papua,” kata Andi.
Andi beranggapan mungkin Penjabat Gybernur beserta jajaran melihat perekrutan CPNS inj sebagai hal yang sepele. Meski demikian, tim deklarator tetap mendukung LBH Kaki Abu membantu adik-adik pencaker mendapatkan haknya melalui gugatan ke PTUN. Hal itu perlu dilakukan untuk memeriksa penyalahgunaan kuota OAP.
” Itu pelanggaran terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan serta pasal 399 tentang Daerah Khusus Istimewa,” ujarnya.
Lebih lanjut Andi mengatakan, sejak 1963 hingga 1969, fakta sejarah menyebutkan bahwa hanya 15 produk hukum yang dihasilkan pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat Papua. Kenyataannya, dasar hukum itulah yang menjadi landasan perjuangan membentuk provinsj PBD.
Ia pun melihat berdasarkan aspek hukum, kuota 80 banding 20 jika dibatalkan harusnya penjabat gubernur PBD membuat surat tentang pembatalan hasil perekrutan CPNS untuk kemudian disampaikan ke Preaiden dan Menpan RB serta BKN RI.
” Jika faktanya kuota 80 persen itu juga diisi oleh pencaker non OAP sekalipun di kawal percuma sebab belum ada surat pembatalan,” tegasnya.
Andi menilai, kisruh perekrutan CPNS kuota OAP harus digugat supaya kedepannya pemerintah bekerja sesuai aturan perundang-undagan yang berlaku di NKRI.
Ia juga menilai bahwa implementasi UU Otsus di Papua secara umum dan PBD tetlebih khusus tidak berjalan maksimal karena sistem dan tata kelola pemerintahan serta penegakkan hukum di Indonesia masih harus diperbaiki.
Andi mengajak semua warga untuk memaknai arti dari ‘Mafia Hukum’. Dua kata ini sangat populer dan santer diperbicangkan di kalangan masyarakat bahwa betapa mudahnya hukum itu disalahgunakan bahkan diselunsupkan.
” Penyalahunaan kewenangan menimbulkan diakriminasi. Hukum sengaja dipermainkan hingga semua aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Lulusan pascasarjana di bidang hukum Unhas ini menyebut Menpan RB dan BKN RI tidak nasionalis, tidak mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dalam penegakkan hukum dan siatem pengelolaan adimistrasi pemerintahan negara dengan menerbitkan nomor 350 tahun 2024 tentang mekanisme seleksi CPNS.
” Oknum Kemenpan RB dan BKN RI sengaja mempermainkan penegakan hukum. Ini merupakan kejahatan hukum administrasi negara atau yang disebut sebagai Mafia Hukum,” pungkasnya.
Andi melihat yang terjadi, bukan mendahulukan pelayanan dengan rendah hati dan nasionalis kepada masyarakat yang membutuhkan haknya melainkan mengabaikan.
” Saya katakan bahwa pelaksanaan UU Otsus tidak berhasil,” ucapnya.
Ketua Forum Deklarator PBD itu menyarankan, jika penjabat gubernur PBD sayang dengan OAP di wilayah adat Doberay, dengan arif dan bijaksana membuat surat pembatalan hasil seleksi CPNS karena itu salah masuk kamar.
” Kalau benar ada pertemuan antara pencaker OAP dengan DPR dan BKPSDM tolong ditanyakan apa sudah ada surat pembatalan dari penjabat gubernur PBD,” tutupnya. (Edi)