PikiranRakyatPapua.com, Kota Sorong- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Papua Barat Daya dinilai tidak konsisten dalam melakanakan keputusan.
Padahal sebelumnya KPU Papua Barat Daya telah menindaklanjuti rekomendasi dari Bawaslu Papua Barat Daya Nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 perihal rekomendasi pelanggaran Administrasi,
Berdasarkan rekomendasi tersebut, maka KPU Papua Barat Daya melalui Berita Acara Pleno Penetapan Nomor 242/PL.02.-BA/96/2024 tanggal 4 November Tahun 2024 telah mengeluarkan Keputusan Nomor 105 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 78 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya Tahun 2024, tanggal 4 November 2024.
” Dalam Diktum Kesatu SK KPU Menyatakan : Saudara Abdul Faris Umlati, S.E., M.M., M.Pd. berdasarkan Rekomendasi Bawaslu Papua Barat Daya Nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 tanggal 28 Oktober 2023 perihal Rekomendasi Pelanggaran Administrasi sebagaimana telah diubah dengan Surat Bawaslu Papua Barat Daya Nomor 558/PM.00.01/K.KPBD/10/2024 tanggal 30 Oktober 2024 perihal Ralat Penulisan Tahun Surat Rekomendasi Nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 terbukti telah melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilihan,” jelas praktisi hukum Fernando Ginuni, Selasa, 12 Nopember 2024.
Lebih lanjut Fernando Ginuni menjelaskan, pada Diktum Kedua Menyatakan KPU Papua
Barat Daya telah melakukan telaah hukum terhadap rekomendasi Bawaslu Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu, maka KPU Papua Barat Daya membatalkan saudara Abdul Faris Umlati sebagai Cagub alon Papua Barat Daya pada Pemilukada tahun 2024.
Sementara Diktum Ketiganya Menyatakan Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 4 November 2024.
” SK KPU 105/Tahun 2024 adalah Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata,” beber Fernando.
Alumnus FH Universitas Cendrawasih Papua itu menekankan, KPU dan Bawaslu PBD harus konsisten. Alat Peraga Kampanye (APK) atau tahapan kampanye yang melibatkan atau
menggunakan nama saudara AFU harus di
hentikan dan larang penggunaannya;
Dia juga menekankan bahwa Surat KPU Nomor : 442/HK.06.4/SD/96/2.2/2024 tanggal 11 November 2024 adalah bentuk ketidakonsistenan KPU PBD terhadap
keputusannya sendiri.
” KPU dan Bawaslu jangan bermain abu-abu, bermain aman, bahkan cenderung memberikan peluang kepada saudara AFU untuk mencalonkan diri kembali,” tegasnya.
Nando sapaan akrabnya mengungkapkan sangat jelas terlihat sikap KPU dalam mengeluarkan KPU tersebut katanya hanya menjalankan kewajiban rekomendasi Bawaslu.
Namun, tidak melihat perbuatan saudara AFU yang memecat Kepala Distrik hingga berujung pembakaran kantor Distrik Waigeo Utara.
Bahkan SK KPU 105 Tahun 2024 tersebut harus menggugurkan saudara AFU sebagai Paslon gubernur bersamaan dengan wakil Gubernurnya.
” Kan di dalam UU Pikada tidak mengenal peserta pilkada hanya seorang wakil saja. Sikap KPU tersebut dinilai tidak konsisten dan setengah hati menggugurkan AFU,” tegas Nando.
Nando menambahkan, ini akan menjadi celah hukum untuk dibawa ke MK dan DKPP.
Dirinya mendesak Bawaslu PBD mengambil sikap terhadap kampanye ARUS di Raja Ampat sebagai pelanggaran dan harus ditindak tegas. (Edi)