PikiranRakyatPapua.com, Kota Sorong- Tim Deklarator dan pejuang pemekaran pembentukan Provinsi Papua Barat Daya prihatin dengan kondisi saat ini.
Atas nama rakyat Papua, Tim Deklarator dan pejuang pemekaran pembentukan Provinsi Papua Barat Daya meminta pendapat hukum atau Legal Opinion kepada pemerintah Republik Indonesia terhadap Pasal 76 UU Otsus, dalam upaya dan tindakan hukum yang dilakukan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI yang telah mengabaikan UU Otsus.
” Kemenpan RB dan BKN RI di duga melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan menyurati Penjabat Gubernur PBD,” kata praktisi hukum Tata Negara, Andi Asmuruf, Jumat, 06 Desember 2024.
Andi Asmuruf mengungkapkan bahwa Kemenpan RB dan BKN RI mengesampingkan aspirasi masyarakat PBD tentang UU Otsus di wilayah hukum provinsi Papua.
” Kami perlu menyampaikan kepada pemerintah RI bahwa wajib hukumnya rakyat Papua mempunyai hak yang diatur dalam UU Otsus Papua dalam kerangka NKRI,” ujarnya.
Andi menyebut bahwa Papua mempunyai hak konstitusional yang diatur dalam Pasal 76 UU tentang pemekaran provinsi di Papua menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) dilakukan atas persetujuan DPRP dan MRP setelah memerhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan SDM dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa yang akan datang.
” Kami memerjuangkan hak yang telah diatur di dalam konstitusi dan mempunyai hak untuk menyikapi surat yang di keluarkan Kemdagri di nilai tidak rasional guna mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Indonesia,” pungkasnya.
Alumni dari Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta ini berharap, Presiden harus benar-benar memerhatikan SDM dan kemampuan serta kualitas dan memiliki kemampuan tentang aturan hukum yang jelas untuk menyelenggarakan pembangunan.
” Presiden harus benar-benar melihat surat yang di keluarkan Kemendagri karena telah menimbulkan krisis kepercayaan dan menimbulkan krisis kepercayaan serta diskriminatif terhadap rakyat Papua,” tegasnya.
Lebih lanjut Andi mengatakan, hak-hak dasar OAP diatur secara dalam konstitusi melalui deklarasi pemekaran dan pembentukan DOB di wilayah hukum provinsi Papua demi cita-cita untuk mencapai kesejahteraan, adil dan makmur serta mencipatakan masyarakat madani yang berkeadilan di Indonesia.
Lulusan paska sarjana Universitas Sultan Hasanuddin di bidang hukum ini lalu mencontohkan, banyak kasus penyalahgunaan wewenang dalam kedudukan dan jabatan yang dilakukan ASN di Indonesia.
Kenyataannya disebut sebagai negara hukum belakangan ini seperti suatu pembuktian upaya dan tindakan hukum penyalahgunaan kewenangan seperti surat dari Kemenpan RB dan BKN RI kepada Penjabat Gubernur PBD.
Sementara menurut konstitusi NKRI telah menimbulkan diskriminasi. ” Itulah yang diterima tim deklarator atas nama masyarakat provinsi PBD,” ujarnya.
Andi juga menilai bahwa pemberlakuan UU Otsus tidak berjalan sebagaimana mestinya. Artinya, tidak sesuai dengan sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia.
Ia lantas mengajak untuk memaknai arti dari “Mafia Hukum”. Betapa mudahnya apa yang disebut penyalahgunaan kewenangan dilakukan hingga menimbulkan diskriminasi.
Hukum dipermainkan di semua aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Betapa mudahnya ASN di bidang pemerintahan di duga memainkan SK Nomor 350 Tahun 2024 tentang mekanisme seleksk CPNS.
” Saya melihat bahwa Kemenpan RB dan BKN RI tidak nasionalis dalam mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dalam penegakan hukum serta tata kelola sistem administrasi pemerintahan dikesampingkan,” kata Andi Asmuruf.
Bahkan Andi menyebut oknum ASN sengaja memanipulasi SK Kemenpan RB dan BKN RI. ” Ini merupakan kejahatan hukum administrasi negara. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa hukum dapat diperjualbelikan bukan mendahulukan pelayanan yang rendah hati dan nasionalis. Masyarakat membutuhkan haknya tetapi diabaikan,” tuturnya.
” Saya menduga UU Otsus Papua sengaja di jadikan barang mainan oleh pemeeintah pusat dan DPR RI. Kemenpan RB dan BKN RI di duga melakukan penyelundupan hukum terhadap rakyat Papua. Jika demikian, bisa dikatakan UU Otsus tidak berhasil,” sambungnya.
Andi mengingatkan, pernyataan mantan Menkopolhukam di era Presiden Joko Widodo, pemerintah gelontorkan anggaran triliunan rupiah ke Papua namun pada kenyataannya Papua tidak maju.
Penyebabnya, lemahnya regulasi, dan itu dibiarkan oleh pemerintah pusat karena telah melanggar produk hukumnya sendiri. Parahnya lagi, tidak adanya Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU Otsus.
” Kalaupun ada, cuma satu itupun PP Nomor 24 Tahun 2024 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP),” kata Andi.
Ia menyimpulkan, UU Otsus yang di duga dijadikan baeang mainan oleh pemerintah pusat dan DPR RI telah mematikan hak kekhususan dan hak istimewa masyarakat Papua.
” Pemerintah pusat, DPR RI, Kemenpan RB dan BKN RI telah mempermainkan aturan hukum dengan memaksakan aturan diluar Perdasi dan Perdasus. Akibatnya, UU Otsus tak berdaya,” pungkasnya.
Andi memastikan bahwa minggu depan tim deklarator akan melakukan demo. Saat ini aspek hukum sedang disiapkan. (Edi)